Apa saja metode deteksi dini kanker serviks
a. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Yang kamu harus tahu tentang.... Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925. Organisasi Kesehatan Dunia WHO meneliti IVA di India, Muangthai, dan Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah daripada tes Pap. Di Indonesia IVA
sedang dikembangkan dengan melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia semakin diperparah disebabkan lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut.
Beberapa negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks, baik jumlah maupun stadiumnya. Pencapaian tersebut terutama berkat adanya program skrining massal antara lain dengan Tes Pap. Namun di Indonesia kebijakan penerapan program skrining kanker serviks kiranya masih tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah dan juga kurangnya sumber daya manusia sebagai pelaku skrining, khususnya kurangnya tenaga ahli patologi anatomik/sistologi dan stafnya, teknisi sitologi/skriner.
Pengobatan kanker serviks pada stadium lebih dini, hasilnya lebih baik, mortalitas akan menurun, dengan masalah yang begitu kompleks, timbul gagasan untuk melakukan skrining kanker serviks dengan metode yang lebih sederhana, antara lain yaitu dengan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak.
Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi, stadium ini dapat diobati dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser, dengan memperhatikan fungsi reproduksi. Sistem kesehatan di seluruh dunia berbeda-beda, namun perencanaan skrining harus sejalan dengan pelayanan kesehatan lainnya dan dengan kerjasama antar program. Idealnya program skrining merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kanker yang dikembangkan dalam struktur pelayanan kesehatan umum.
Di semua negara tempat program ini telah dilaksanakan 20 tahun atau lebih, angka kejadian kanker serviks dan angka kematian karenanya turun sampai 50-60%. Tidak dapat disangkal bahwa sejak dilakukan skrining massal terdapat peningkatan yang nyata dalam penentuan lesi prakanker serviks, sehingga dapat menurunkan insidens kanker serviks. Meskipun telah sukses mendeteksi sejumlah besar lesi prakanker, namun sebagian program yang dijalankan belum dapat dikatakan berhasil. Hasil yang kurang memadai agaknya disebabkan beberapa faktor, antara lain tidak tercakupnya golongan wanita yang mempunyai risiko (high risk group) dan teknik pengambilan sampel untuk pemeriksaan sitologi yang salah. Pemecahan masalah yang menyangkut golongan wanita dengan risiko tinggi dan teknik pengambilan sampel, berkaitan dengan strategi program skrining, serta peningkatan kemampuan laboratorium. Pengadaan laboratorium sentral sangat bermanfaat untuk pengendalian kualitas (quality control) terhadap pemeriksaan sitologi.
Masalah lain dalam usaha skrining kanker serviks ialah keengganan wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain ialah kerepotan, keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter pria atau pun bidan dan kurangnya dorongan keluarga terutama suami. Banyak masalah yang berkaitan dengan pasien dapat dihilangkan melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik antara dokter/bidan. Di samping itu, inovasi skrining kanker serviks dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan sitologi (screening interval) merupakan hal lain yang penting dalam metode skrining.
Strategi program skrining kanker serviks harus memperhatikan golongan usia yang paling terancam (high risk group), perjalanan alamiah penyakit (natural history) dan sensitivitas tes Pap. The American Cancer Society menyarankan pemeriksaan ini dilakukan rutin pada wanita yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia 20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah aktif. Pemeriksaan dilakukan 2 kali berturut-turut dan bila negatif, pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65 tahun. Pada wanita risiko tinggi atau pernah men-dapat hasil abnormal harus diperiksa setiap tahun. Frekuensi yang lebih sering tidak menambah faedah.
Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker serviks, sepatutnya bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam kesehatan wanita ikut serta dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode yang sederhana yaitu IVA tes.
Metode skrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya..
1. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
2. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
3. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
4. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
5. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sederhana sangat sederhana.
6. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Syarat ikut IVA TEST :
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Pelaksanaan skrining IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.
3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4. Spekulum vagina
5. Asam asetat (3-5%)
6. Swab-lidi berkapas
7. Sarung tangan
Teknik IVA
Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpul- kan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
Kategori pemeriksaan IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
1.IVA negatif = Serviks normal.
2.IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
3.IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
4.IVA- Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan sta-dium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini.
.
b. Pap Smear
Yang kamu harus tahu tentang.... Pap Smear
Tes Pap diperkenalkan 1928 oleh Dr George Papnicolau. Sejak dilakukan tes Pap, kejadian kanker serviks menurun drastis. Angka kematian akibat kanker serviks di negara maju menurun sekitar 75 persen (dari 1940an ke 1980an). Internasional Agency for Research on Cancer (IARC) melaporkan, hasil penapisan setiap lima tahun dan mengobati penyakit prakanker mulut rahim diperkirakan dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks hingga lebih dari 80 persen.
Prosedur pemeriksaan tes Pap mudah, murah, aman, dan non-invasif. Angka sensitivitas 90 persen. Kesalahan biasanya disebabkan oleh pengambilan, fiksasi, dan proses pewarnaan preparat yang tidak tepat. Kesalahan lain mungkin terjadi saat pembacaan sediaan tes Pap. Tes Pap tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya dasar dalam menegakkan lesi keganasan serviks. Pemeriksaan tes Pap hanyalah menapis dari sel-sel serviks wanita yang tampak sehat tanpa gejala dan kemudian dilakukan tindak lanjut.
Siapa yang Harus Melakukan Pap Smear?
American Cancer Society merekomendasikan Pap smear pertama sekitar 3 tahun setelah hubungan seksual pertama atau pada usia 21 tahun. Setelah usia 21 tahun, petunjuknya sbb:
Usia (tahun) Frekuensi
21 – 29 Sekali setahun Pap smear regular atau setiap 2 tahun menggunakan Pap smear berbasis cairan
30 – 69 Setiap 2 – 3 tahun jika anda memiliki hasil 3 tes normal secara berurutan
Lebih dari 70 Anda dapat menghentikan Pap smear jika anda memiliki hasil 3 tes normal secara berurutan dan Pap smear anda normal selama 10 tahun
Tanpa melihat usia anda, jika anda memiliki faktor resiko anda perlu melakukan tes setiap tahun. Faktor resikonya yaitu:
1. Riwayat aktivitas seksual saat remaja, khususnya jika anda memiliki lebih dari 1 pasangan seks
2. Saat ini memiliki pasangan seks yang banyak (multiple)
3. Pasangan yang memulai aktivitas seksual sejak dini dan yang memiliki banyak pasangan seksual sebelumnya
4. Riwayat penyakit menular seksual
5. Riwayat keluarga dengan kanker serviks
6. Diagnosis kanker serviks atau Pap smear memperlihatkan sel prakanker
7. Infeksi human papilloma virus (HPV)
8. Perokok
9. Terpapar dietilstilbestrol (DES) sebelum lahir
10. Infeksi HIV
11. Sistem imun yang lemah karena beberapa faktor seperti transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan kortikosteroid kronis
Jika anda melakukan histerektomi total (operasi pengangkatan uterus termasuk serviks) tanyakan dokter anda apakah anda perlu melanjutkan Pap smear. Jika histerektomi dilakukan untuk kondisi non-kanker, seperti fibroids, anda dapat menghentikan Pap smear rutin. Namun jika histerektomi dilakukan untuk kondisi prakanker atau kanker, saluran vagina anda harus diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan abnormal.
Persiapan Pap Smear
Agar pemeriksaan pap smear anda efektif, ada beberapa tips sebelum melakukan tes:
1. Hindari berhubungan seksual atau menggunakan obat vaginal atau busa/krim/gel spermisid selama 2 hari sebelum melakukan Pap smear karena ini dapat menyembunyikan sel abnormal
2. Pap smear tidak dilakukan selama periode haid anda, walaupun tes dapat dilakukan lebih baik untuk menghindari waktu tertentu dari siklus anda
Bagaimana cara pelaksanaan pap smea
Pap smear dilakukan di ruang dokter/bidan. Pertama anda berbaring di atas meja periksa dengan lutut ditekuk. Tumit anda akan diletakkan pada alat stirrups. Secara perlahan dokter/bidan akan memasukkan alat spekulum ke dalam vagina anda. Lalu dokter/bidan akan mengambil sampel sel serviks anda dan membuat apusa (smear) pada slide kaca untuk pemeriksaan mikroskopis.
Dokter/bidan anda akan mengirim slide ke laboratorium, yang mana seorang cytotechnologist (orang yang terlatih untuk mendeteksi sel abnormal) akan memeriksanya. Teknisi ini bekerja dengan bantuan patologis (dokter yang ahli dalam bidang abnormalitas sel). Patologis bertanggung jawab untuk diagnosis akhir.
Pendekatan terbaru dengan menggunakan cairan untuk mentransfer sampel sel ke laboratorium. Dokter/bidan akan mengambil sel dengan cara yang sama, namun dokter/bidan akan mencuci alat dengan cairan khusus, yang dapat menyimpan sel untuk pemeriksaan nantinya. Ketika sampel sampai ke laboratorium, teknisi menyiapkan slide mikroskopik yang lebih bersih dan mudah diinterpretasikan dibanding slide yang disiapkan dengan metode tradisional. Umumnya dokter akan melakukan Pap smear selama pemeriksaan panggul (prosedur sederhana untuk memeriksa genital eksternal, uterus, ovarium, organ reproduksi lain dan rektum). Walaupun pemeriksaan panggul dapat mengetahui masalah reproduksi, hanya Pap smear yang dapat mendeteksi kanker serviks atau prakanker sejak dini.
Hasil pemeriksaan pap smear anda..
Pap smear hanya sebagai tes skrining untuk melihat ada atau tidaknya lesi kanker, bukan sebuah diagnosis. Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sel abnormal dipilih secara hati-hati untuk mengirim pesan spesifik kepada dokter anda tentang resiko yang ada. Berikut beberapa istilah yang mungkin digunakan dokter dan kemungkinan langkah anda selanjutnya:
1. Normal
Tes anda negatif (tidak ada sel abnormal terdeteksi). Anda tidak perlu pengobatan atau tes lebih lanjut sampai Pap smear dan pemeriksaan panggul selanjutnya.
2. Sel bersisik atipikal tidak terdeterminasi signifikan (Atypical squamous cells of undetermined significance)
Sel bersisik tipis dan datar, tumbuh di permukaan serviks yang sehat. Pada kasus ini, Pap smear mengungkap adanya sedikit sel bersisik abnormal, namun perubahan ini belum jelas memperlihatkan apakah ada sel prakanker. Dengan tes berbasis cairan, dokter anda dapat menganalisa ulang sampel untuk mengetahui adanya virus yang dapat menimbulkan kanker, seperti HPV. Jika tidak ada virus, sel abnormal yang ditemukan tidak menjadi perhatian utama. Jika dikhawatirkan ada virus, anda perlu melakukan tes lebih lanjut.
3. Lesi intraepitelial sel bersisik (Squamous intraepithelial lesion)
Istilah ini digunakan untuk mengindikasi bahwa sel yang diperoleh dari Pap smear mungkin sel prakanker. Jika perubahan masih tingkat rendah, ukuran, bentuk dan karakteristik lain dari sel memperlihatkan adanya lesi prakanker yang dalam beberapa tahun akan menjadi kanker. Jika perubahan termasuk tingkat tinggi, ada kemungkinan lebih besar lesi akan menjadi kanker lebih cepat. Perlu dilakukan tes diagnostik.
4. Sel glandular atipikal (Atypical glandular cells)
Sel glandular memproduksi lendir dan tumbuh pada permulaan serviks dan dalam uterus. Sel glandular atipikal mungkin menjadi abnormal, namun tidak jelas apakah mereka bersifat kanker. Tes lebih lanjut diperlukan untuk menentukan sumber sel abnormal.
5. Kanker sel bersisik atau sel adenokarsinoma (Squamous cancer or adenocarcinoma cells)
Sel yang diperoleh dari Pap smear memperlihatkan abnormal, sehingga patologis hampir yakin ada kanker dalam vagina, serviks atau uterus. Sel bersisik menunjukkan kanker timbul di permukaan datar sel pada serviks. Adenokarsinoma menunjukkan kanker timbul di sel glandular. Jika sel sejenis ditemukan, dokter akan segera melakukan investigasi lebih lanjut.
Pap smear berbasis cairan akan memberi hasil negatif palsu yang lebih sedikit. Dengan tes yang sama, hasil positif palsu sangat jarang. Hasil negatif palsu tidak berarti ada kesalahan yang dibuat, banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu, yaitu:
1. Pengambilan sel yang tidak cukup
2. Sel abnormal sedikit
3. Lokasi lesi tidak dapat dijangkau
4. Lesi kecil
5. Sel abnormal meniru sel benigna
6. Darah atau pembengkakan sel menyembunyikan sel abnormal
c. Thin Prep Test
Thin Prep Pap Test adalah Pap smear cara baru, yang mana getah leher rahim diambil seperti biasa dengan cytobrush, tetapi tidak langsung dibuat sediaan apus diatas kaca objek, melainkan dicelupkan atau direndam dalam botol kecil berisi cairan fiksasi/pengawet.Cara ini memastikan sel-sel yang terkumpul pada cytobrush lebih mudah dilepaskan ke dalam cairan pengawet dan dapat tertampung seluruhnya sehingga tidak ada sel yang hilang.Pembuatan sediaan apus/slide diatas kaca objek dilakukan oleh mesin Thin Prep Proccessor di Laboratorium Sitologi.
Keunggulan teknologi baru mutakhir ini ternyata dapat meningkatkan ketelitian dan ketepatan diagnosa dalam mendeteksi sel prakanker dan sel kanker leher rahim sehingga dapat menghindari hasil negatif palsu yang sering terjadi pada hasil pemeriksaan Pap Smear cara konvensional. Dengan demikian hasil Thin Prep Pap Test sangat dapat dipercaya.Thin Prep Pap Test adalah peningkatan kemampuan yang ampuh terhadap Pap Smear cara biasa yang pertama kali dilakukan sejak diperkenalkan 50 tahun yang lalu.Penelitian dari berbagai sumber diseluruh dunia membuktikan bahwa hasil Thin Prep Pap Test lebih akurat (tepat) daripada hasil PAP SMEAR cara biasa. Thin Prap Pap Test memang dikembangkan untuk mengatasi kendala dan hasil negatif palsu yang sering ditemukan pada hasil Pap Smear cara biasa/konvensional.Pengambil apusan getah leher rahim (dokter/bidan) dengan lembut akan mengapus sekret/getah dari leher rahim anda tanpa rasa nyeri dengan alat cytobrush. Sekret yang didapat segera direndam atau dicelupkan kedalam botol berisi cairan pengawet dan kemudian sampel dalam botol itu dikirim ke Laboratorium Sitologi.
d. Pap Net
Pada dasarnya pemeriksaan Pap Net berdasarkan pemeriksaan slide Tes Pap. Bedanya untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara komputerisasi. Slide hasil Tes Pap yang mengandung sel abnormal dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi. Pusat komputerisasi Pap Net yaitu New York, Amsterdam dan Hongkong. Saat ini di jaringan Pap Net yang ada di Indonesia slidenya dikirim ke Hongkong. Ini skrining preparat tes Pap yang telah diwarnai dengan komputer. Pap Net bertujuan meningkatkan akurasi pemeriksaan tes Pap, karena dapat mendeteksi sel-sel abnormal lebih teliti meski masih perlu dibaca lagi oleh tenaga ahli sitologi.
Kelebihan Pap Net adalah dapat memeriksa banyak preparat, waktu skrining lebih cepat, tidak ada faktor kelelahan, dan akurasi lebih tinggi, alat ini dapat mengidentifikasi sel-sel abnormal atau sel-sel prakanker walaupun jumlahnya masih sedikit sekali. Bahkan jika jumlah selnya hanya 5 pun keberadaannya sudah bisa
terdeteksi. Umumnya, pembesaran komputer yang digunakan mencapai 50, 200
dan 400 kali. Namun, alat ini tidak mempengaruhi negatif palsu yang disebabkan oleh salah pengambilan dan harganya sangat mahal.
e. Kolposkopi
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15x.; untuk menampilkan porsio, dipulas terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah. Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, namun ketersediaan alat ini terbatas karena mahal.Oleh karena itu alat ini lebih sering digunakan dalam prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil Tes Pap abnormal
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%.
Di Indonesia pemeriksaan kolposkopi biasanya merupakan pemeriksaan lanjutan setelah pemeriksaan Pap Smear, tetapi di negara maju pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan standar untuk deteksi dini terhadap kanker vulva/vagina termasuk kanker serviks.
f. Servikografi
Pemeriksaan kelainan di porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah dipulas dengan asam asetat 3-5% yang dapat dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks dikirim ke ahli ginekologi (yang bersertifikat untuk menilai). Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. fotografi diambil oleh dokter, perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tidak tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3 %. Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Pemeriksaan servikografi, sitologi, servikografi dan kolposkopi dilakukan serentak pada 257 kasus di Korea dalam skrining massal. Mereka menemukan sensitivitas servikografi, tes Pap dan kolposkopi masing-masing 85 %, 55% dan 95%, dan spesifisitas masing-masing 82,3%, 78,1% dan 99,7%. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat digunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi kelihatannya merupakan keharusan.
g. Gineskopi
Alat ini dikenalkan Abrams, 1987. Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Perbandingan yang dilakukan oleh Samsudin,dkk membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedik/bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
h. Polar Probe
Metode terbaru ini masih dikembangkan di negara maju. Merupakan alat opro-elektronik untuk mengukur biofisik dan respons optik dengan stimulasi elektrik jaringan serviks. Akan dihasilkan energi listrik dan gelombang ringan bila ada prakanker dan kanker. Keuntungannya, hasil pemeriksaan dapat langsung diketahui dan mudah. Seperti alat penapis lainnya, polar probe bersama tes Pap akan meningkatkan akurasi pmeriksaan hingga lebih dari 90 persen.
i. Tes DNA - HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, NIS dan kanker serviks mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV risiko rendah jarang ditemukan pada karsinoma invasif kecuali karsinoma verukosa. Sementara itu tipe 16, 18, 31 dan 45 tergolong tipe HPV risiko tinggi. HPV typing dilakukan dengan hibridasi DNA
Sumber
http://medicastore.com/med/artikel.php
http://www2.kompas.com/kesehatan
https://www.beaumonthospitals.com/files/health-library